19 November 2010

SI KEPIS

GAPOKTAN
BANYUMETU SEJAHTERA
PUSAT PELATIHAN PERTANIAN PERDESAAN SWADAYA
P4S “KAMPOENG AGRIBISNIS”
BUDIDAYA
1. KAKAO
2. KELAPA
3. KAMBING
4. ENAU
5. ENTOK
6. PADI
7. ITIK
8. SAPI

MULTI AKTIVITAS AGRIBISNIS SISTEM INTEGRASI KAKAO-KELAPA-KAMBING-ENTOK-PADI-ITIK-SAPI (SI-KKEEPIS)

SEKRETARIAT : DSN. CIBADAK RT 24/08 DESA PALEDAH KECAMATAN PADAHERANG KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT
2008

PELATIHAN BUDIDAYA SI KKEEPIS
SISTEM INTEGRASI-KAKAO-KAMBING-ENAU-ENTOK-PADI-ITIK-SAPI
P4S “KAMPOENG AGRIBISNIS”

KAKAO
PENDAHULUAN
Tanaman kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Tanaman kakao tersebut merupakan salah satu anggota genus Theobrama dari familia Sterculaieeae yang banyak dibudidayakan, yang secara sistematika mempunyai urutan taksa sebagai berikut :
• Divisio : Spermatophyta
• Subdivisio : Angiospermae
• Kelas : Dicotyledoneae
• Ordo : Malvales
• Familia : Sterculiaceae
• Genus : Theobroma
• Spesies : Theobroma cacao, L.
Pada daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis di Amerika Selatan (purseglove, 1968), tumbuhnya selalu terlindung pohon besar lain (Sunaryo, 1978). Selanjutnya menyebarkan dengan penyebaran geografis abtara 20 LU – 20 LS, dengan batas penyebaran yang memberikan keuntungan antara 10 LS dan 10 LU (Sunaryo dan Situniorang, 1978). Daerah hutan hujan tropis merupakan daerah dengan sifat ekologi yang paling cocok untuk tanaman kakao (Purseglove, 1968).
Indonesia merupakan jajaran dudus kepulauan Nusantara yang terletak di sepanjang khatulistiwa, dengan letak geografis antara 6 LU – 11 LS dan 95 BT – 141 BT, secara geografis merupakan daerah tropis yang mempunyai potensi baik untuk pengembangan kakao. Namun demikian oleh transaksi antara tanaman itu dengan lingkungannya. Produksi potensial tanaman ditentukan oleh sifat genetiknya, sedangkan produksi aktual di lapangan ditentukan oleh lingkungan tempat tumbuhnya. Pangudiyatno (1983) menyebutkan bahwa kondisi yang sesuai untuk suatu jenis tanaman tertentu, akan memberikan kenampakan pertumbuhan yang jagur dan sehat, dengan perkembangan akar yang baik dan kuat sehingga tanaman akan memberikan produksi yang tinggi. Oleh karena itu untuk pengembangan kakao, terlebih dahulu perlu dilakukan pemilihan dan penilaian kesesuaian lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, dan diikuti teknik budidaya yang tepat sehingga tanaman kakao dapat memberikan produksi yang tinggi sesuai dengan yang diharap.
Sebagai tanaman yang di daerah asalnya tumbuh ternaungi pohon-pohon besar dan dalam budidayanya memerlukan naungan, maka tahap awal penting dalam budidaya kakao adalah persiapan naungan. Dikatakan oleh Alvim (1977) bahwa tidak mungkin untuk mulai menanan kakao di lapangan tanpa menaungi tanaman muda 2-3 tahun pertama. Selain naungan harus disiapkan dengan baik, penanaman bibit kakao juga harus dilakukan dengan benar karena bibit kakao sangat peka terhadap gangguan akar, sehingga pada saat penanaman harus dijaga agar akar bibit tidak terganggu atau tidak mengalami kerusakan.
Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang apabila dipelihara dengan baik akan dapat berproduksi baik sampai umur yang panjang (lebih 30 tahun). Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan menghindari kegagalan dalam jangka panjang, maka beberapa tahap awal penting perlu diperhatikan antara lain persyaratan tumbuh, kesesuaian lahan, persiapan lahan, dan penanamannya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.

PERSYARATAN TUMBUH TANAMAN KAKAO
FAKTOR IKLIM
Iklim merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Seperti telah disebutkan bahwa pada daerah asalnya, tanaman kakao merupakan tanaman kecil yang tumbuh di bagian bawah hutan hujan tropis. Habitatnya merupakan daerah yang panas dan lembab. Oleh karena itu banyak faktor iklim yang berpengaruh pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao, antara lain faktor temperatur, curah hujan, angin, kelembaban, dan cahaya.
Temperatur
Temperatur merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman kakao, sehingga temperatur berpengaruh terhadap penyebaran kakao secara geografis.
Temperatur rendah dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao. Pada temperatur di bawah 25,5 C pembentukan bunga terhambat dan pertumbuhan berkurang (smyth, 1966). Kerusakan tanaman terjadi adabila keadaan beku, seperti disebutkan Alvirn (1977) bahwa akibat temperatur turun sampai -3 C akan terjadi gejala daun gosong terbakar dan semua bunga gugur.
Temperatur yang tinggi menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlebihan. Pada temperatur lebih tinggi dari 28 C, dengan fluktuasi harian lebih dari 9 C, akan terjadi ledakan tunas atau flush yang berlebihan (Smith, 1966). Demikian pula disebutkan oleh Alvim (1977) bahwa jarak antara dua flush berkurang jika temperatur meningkat. Pada temperatur 74 F (23,7 C) flush terjadi setiap 95 hari; sedangkan pada temperatur 80-86 F (26,5 – 30 C) flush terjadi setiap 36 sampai 20 hari.
Batas bawah temperatur membatasi penyebaran kakao antara 20 LU – 20 LS, batasan tersebut juga membatasi penyebaran kakao menurut tinggi tempat. Sunaryo (1976) menyebutkan bahwa walaupun di Costa Rica dan Venezuela tanaman kakao Criollo dapat tumbuh pada ketinggian 1000 m, namun kebanyakan tanaman kakao dijumpai pada ketinggian tempat kurang dari 600 m dpl.

Curah Hujan
Curah hujan dan distribusinya merupakan faktor penting dalam budidaya kakao. Tanaman kakao memerlukan curah hujan tahunan yang lebih besar dari evapotranspirasinya atau memerlukan curah hujan yang cukup dan terdistribusi merata (Alvim, 1977). Lebih lanjut disebutkan bahwa curah hujan yang diperlukan tanaman kakao bervariasi antara 1500 – 2500 mm/th.
Pada daerah dengan curah hujan kurang dari 1200 mm/th tanaman kakao hanya akan berhasil apabila ada irigasi, karena evapotranspirasi lebih besar daripada curah lainnya (Wood, 1975). Sedangkan pada daerah dengan curah hujan lebih besar 2500 – 3000 mm/th hasilnya dapat menurun karena serangan hama dan penyakit (Alvim 1977), pencucian dan pelindihan hara yang berlebih (Wood, 1975), dan erosi yang besar (Beers, 1950)

Kelembaban Udara
Tanaman kakao mempunyai lingkungan dengan kelembaban yang tinggi, Dierendonck (1959) mengatakan bahwa kelembaban yang tinggi dan konstan di atas 80% merupakan mikrolimat hutan tropis dan dapat menjamin keseimbangan metabolisme tanaman, karena kelembaban yang tinggi akan mengimbangi evapotranspirasi. Pada tanah yang mempunyai kandungan air cukup, tanaman dapat memelihara keseimbangan air pada kondisi kelembaban air, Smyth 1966) menyebutkan bahwa jika tanah mampu menyediakan air penurunan kelembaban sampai 40 – 50% pada tengah hari tidak merugikan tanaman.
Keadaan dengan kelembaban yang tinggi dapat mengurangi evantranspirasi dan mengkompensasi curah hujan yang rendah (Murray, 1955). Namun perlu diingat bahwa keadaan dengan kelembaban tinggi yang terus menerus juga memungkinkan terjadinya serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur.

Angin
Angin merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya kakao. Murray (1955) menyebutkan bahwa angin yang bertiup keras dapat merusak tanaman kakao melalui 2 jalan yaitu :
 Secara langsung dapat merobek dan merusak daun, terutama daun muda yang baru dikembang dari flush.
 Secara langsung meningkatkan kehilangan iar dari tanaman melalui transpirasi, yang akhirnya menyebabkan defoliasi atau gugur daun.
Lama dan intensitas angin dapat menjadi pembatas dalam budidaya kakao, pada daerah yang sering dilalui angin yang bertiup keras, tanaman kakao tidak dapat tumbuh baik tanpa adanya tanaman pematah angin atau “ mind breaker” (Alvim, 1977)

Cahaya
Cahaya merupakan faktor penting yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Sebagai tanaman yang pada daerah asalnya tumbuh terlindung pohon besar, dalam budidayanya tanaman kakao memerlukan naungan. Alvim (1977) menyebutkan bahwa tidak mungkin untuk mulai menanam kakao di lapangan tanpa menaungi tanaman muda 2-3 tahun pertama. Kenyataan ini menjadi petunjuk bahwa tanaman kakao suka naungan terutama pada awal perkembangannya.
Pada kondisi persyaratan lain pada keadaan terpenuhi dilaporkan bahwa pembongkaran naungan dan penggunaan pupuk dapat meningkatkan produksi kakao. Namun dikatakan oleh Alvim (1977), bahwa meningkatnya produksi kakao karena pembongkaran naungan biasanya tidak langgeng, karena segera diikuti dengan menurunya keadaan kesehatan tanaman dengan gejala defoliasi dan dieback setelah 3-4 tahun kemudian.
Masalah cahaya tampaknya tidak terlepas dengan masalah naungan, sehingga dapat dikatakan bahwa naungan tetap diperlukan dalam budidaya kakao, karena tanaman penaung juga berfungsi sebagai penyangga lingkungan, yaitu berfungsi untuk mengatur cahaya, menjaga temperatur dan kelembaban, serta mengurangi evaporasi dari tanah. Macam dan jenis tanaman penaung yang digunakan dapat disesuai dengan situasi, kondisi dan kegunaanya.

FAKTOR TANAH
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, asalkan tanah tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia tanah yang baik. Oleh karena itu, faktor tanah yang perlu diperhatikan adalah sifat fisika dan sifat kimia tanahnya.

Sifat Fisika Tanah
Tanah yang ideal untuk tanaman kakao adalah yang mempunyai daya menahan air dengan baik, serta mempunyai drainase dan aerasi tanah yang baik, sehingga tidak membatasi pertumbuhan tanaman.
Tanaman kakao menghendaki tanah dengan solum tanah yang dalam, yang memberikan ruang perakaran yang cukup, dan ditetapkan kedalaman solum tanah tidak kurang dari 1,50 m (Smyth, 1966). Walaupun hampir 80% akar tanaman kakao terletak pada kedalaman 20-30 cm, lapisan tanah yang dapat ditembus akar tunggang harus cukup dalam. Karena apabila terjadi akar tunggang kerdil atau akar tunggang bengkok, tanaman tidak berumur panjang dan produksinya cepat menurun (Darmawijaya, 1973)
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah geluh lempungan (Clay loam), karena ada tekstur tanah yang demikian pasir, debu, dan lempung akan membentuk agregat yang mantap, yang mempunyai daya menahan air yang tinggi, tetapi juga dapat dilalui peredaran udara dengan baik (Darmawijaya, 1973). Pada tanah yang tekstumnya sangat berat pertumbuhan akar terhambat karena aerasi tanah jelek. Sedangkan tanah pasir memberi peluang yang baik untuk penestrasi akar ke dalam tanah, tetapi mempunyai daya menahan air yang jelek, dan hanya dapat disarankan untuk tanaman kakao apabila curah hujannya tinggi dan terdistribusi merata (Alvim, 1977).

Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao juga memerlukan tahan dengan sifat kimia tanah yang baik, yaitu yang mengandung bahan organik tinggi, Phnya sekitar netral dan kaya akan unsur hara (Beers, 1950).
Bahan organik sangat diperlukan untuk tanaman kakao (Saleh, 1979), antara lain karena dapat berperan untuk menahan air, memperbaiki struktur tanah, dan sebagai sumber unsur hara. Untuk tanaman kakao kandungan bahan organik pada lapisan tanah 0-15 cm tidak boleh kurang dari 3% (Smyth, 1966). Disebutkan bahwa ada hubungan positif antara kandungan bahan organik tanah dan produksii kakao meningkat secara linier apabila kandungan bahan organik meningkat dari 3-6%. Kemasaman (pH) tanah merupakan faktor paling penting dan merupakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah (Smyth 1966). Pada pH > 8 (alkalis) menyebabkan khlorosis karena Fe, Mn, Zn, Cu tidak dapat diserap oleh akar tanaman kakao, sebaliknya pada pH < 4 (masam) terjadi keracunan karena Fe, Mn, Zn, Cu tersedia dalam jumlah yang berlebihan (Saleh, 1979). Tanaman kakao dapat tumbuh pada pH 4 – 8, tetapi yang baik adalah sekitar pH 6,0 – 7,0. Disamping bahan organik dan pH, Smyth (1966) memberi batasan sifat kimia untuk tanaman kakao sebagai berikut :
 Kapasitas basa tertukar di permukaan tanah tidak kurang dari 12 me/100 gr tanah dan di lapis bawah tidak kurang dari 5 me/100 gr tanah.
 Kandungan bahan organik pada lapisan 0-15 cm tidak kurang dari 3,0%
 Kejenuhan basa pada horison di bawah permukaan, tidak boleh kurang dari 3,5%
 Kandungan hara yang dapat dipertukarkan pada lapisan 0–15 cm cukup, yaitu:
- Ca tidak kurang dari 8,0 me/100 gr tanah
- Mg tidak kurang dari 2,0 me/100 gr tanah
- K tidak kurang dari 0,24 me/100 gr tanah

PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN
Penilaian lahan, didasarkan pada tolok ukur iklim dan lahan. Penentuan klas lahan ditentukan oleh faktor yang mempunyai level paling rendah. Klasifikasi lahan dapat dikatagorikan menjadi 2 katagori utama yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (N).
Berdasarkan tingkat kesesuaiannya, lahan yang sesuai untuk kakao dapat dibedakan menjadi : lahan yang mempunyai tingkat kesesuaian klas S1 (sesuai), S2 (cukup sesuai), atau minimal S3 (kurang sesuai atau marginal). Makin rendah klas lahan, produktifitas yang dapat diharapkan makin rendah atau kebutuhan masukan (input) yang diperlukan untuk mengatasi faktor kendala masih besar.
Klasifikasi penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman kakao dengan berdasarkan data-data keadaan iklim dan tanahnya dilakukan sesuai tabel berikut :

PERSIAPAN LAHAN/NAUNGAN
PEMBUKAAN LAHAN
Pembukaan lahan selektif, areal kebun kelapa
Pembukaan dan persiapan lahan pada areal kebun kelapa dilakukan dengan membersihkan perdu, tanaman tidak produktif selain kelapa, dan gulma dilakukan secara manual atau kimiawi. Kayu-kayu hasil pembersihan ditumpuk di pinggir jalan. Pembersihan dan pemupukan kayu sebaiknya telah selesai dilaksanakan 2 bulan sebelum tanam naungan. Pada waktu pembersihan lahan tersebut juga perlu pembuatan jalan-jalan dan saluran drainase.
Populasi tanaman kelapa dalam (tall) yang optimum sebagai penaung kakao adalah 80-100 pohon/ha. Apabila terlalu jarang maka ditempat-tempat tertentu yang masih kosong dapat ditanami penaung (stek glirisidae atau lamtoro). Sebaliknya apabila terlalu rapat maka apabila memungkinkan dilakukan penjarangan. Tetapi apabila kurang memungkinkan dalam pemeliharaan tanaman perlu selalu dilakukan pengurangan pelepah tua. Jumlah pelepah kelapa minimal 18 pelepah/pohon adalah cukup untuk mendukung produksi yang tinggi.
Pembukaan lahan selektif, areal kebun aneka tanaman
Untuk areal kebun aneka tanaman, pertama-tama dilakukan pemberian tanda pada tanaman yang dipilih sebagai penaung kakao. Sebaiknya dipilih yang mempunyai nilai ekonomis, tajuklah dapat diatur (tahan dipangkas), dan sebaiknya dapat meneruskan cahaya diffus. Jarak antara tanaman sebaiknya diusahakan sesuai dengan keperluan naungan untuk tanakan kakao yaitu sekitar 6 x 6 m atau 8 x 8 m.
Selanjutnya dilakukan pemotongan perdu dan semua tanaman yang tidak terpilih. Kayu-kayu hasil pembersihan diusahakan ditumpuk dipinggir jalan (Kebun), dan dilakukan pembersihan gulma secara manual atau kimiawi.

PEMBUATAN LUBANG TANAM
Untuk memberikan media pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam, pada calon tempat tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran yang cukup.
Jarak tanam kakao 3 X 3 m atau 4 X 2 m, sedangkan ukuran lubang yang umum dipergunakan adalah 60 X 60 X 60 cm. Lubang tanam dibuat 6 bulan sebelum tanam. Kedalam lubang dapat dimasukan pupuk hijau atau pupuk kandang. Dengan pembuatan lubang tanam ini, diusahakan agar batu-batu, padas, dan sisa-sisa akar tidak dimasukan kembali kedalam lubang tanam.

PENCEGAHAN EROSI
Untuk lahan yang kemiringannya lebih dari 15% perlu dilakukan pencegahan, dengan membuat teras atau rorak.

Teras
Beberapa jenis teras dapat dibuat, diantaranya teras bangku, teras gulud, dan teras individu.
Teras bangku berfungsi untuk memperpendek panjang lereng, memperlambat laju aliran air permukaan, meningkatkan laju infiltrasi air ke dalam tanah, serta mempermudah pengolahan tanah. Teras bangku dapat dibuat untuk tanah yang jeluknya dapal
Teras gulud berupa guludan yang dilengkapi saluran pembuangan air dan dibuat memotong lereng. Teras gulud sesuai untuk lahan yang jeluk tanahnya dangkal dan kemiringannya kurang dari 15%.
Teras individu adalah perataan tanah di sekitar pokok tanaman. Biasanya garis tengahnya 1-1,5 m.

Rorak
Rorak dibuat setelah bibit ditanam di kebun, diutamakan pada lahan yang miring. Dibuat sejajar garis kontur, ukuran panjang x lebar x dalam sekitar 100 x 30 x 30 cm. Ke dalam rorak dapat diisikan bahan organik (daun hasil pangkasan penaung maupun kakao). Bila sudah penuh, rorak ditutup tanah, dan dibuat rorak baru.

PERSIAPAN POHON PENAUNG
Tanaman penaung tetap maupun tanaman penaung sementara harus sudah ditanam setahun sebelum tanaman kakao di tanam, sehingga pada saat bibit kakao ditanam tanaman penaung sudah tumbuh baik dan siap berfungsi sebagai penaung kakao. Untuk tanaman penaung sementara biasanya digunakan Moghania macrophylla, sedangkan untuk tanaman penaung tetap yang biasa digunakan adalah tanaman Gamal (Gliricidia sp) atau Lamtoro (Leucaena sp). Sebagai penaung kakao dapat pula digunakan produktif seperti tanaman Pisang, Kelapa, dan sebagainya.

Moghania macrophylla
Tanaman penaung sementara Moghania macrophylla ditanam satu tahun sebelumnya, dengan menggunakan benih sekitar 20-30 kg/ha, dan ditanam sebagai barisan arah utara-selatan, dengan jarak antar baris sesuai dengan jarak tanam kakao misalnya 3 m.
Selanjutnya tanaman Moghania dapat dipotong pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah, biasanya pemotongan tersebut dilakukan satu tahun sekali, pada awal musim hujan. Tanaman penaung sementara pada saatnya didongkel seluruhnya, yaitu pada saat tanaman kakao berumur 4 tahun atau apabila tajuknya sudah saling menutup.

Gamal (Gliricidia sp) atau Lamtoro (Leucaena sp)
Tanaman penaung tetap yang biasa digunakan adalah tanaman Gamal terlalu berat, terutama pada musim hujan. Tingkat penaungan yang baik untuk kakao adalah apabila sekitar 70-80% intensitas cahaya matahari dapat diteruskan oleh tajuk pohon penaung. Apabila tanaman kelapa sudah terlalu tinggi (umur lebih dari 40 tahun), maka perlu tambahan tanaman penaung lainnya, seperti Lamtoro atau Gliricidia yang ditanam pada diagonal tanaman kelapa.

PENANAMAN BIBIT KAKAO
Bibit kakao dapat ditanam apabila kondisi lapangan telah siap, pohon penaung telah berfungsi dengan baik, dengan kriteria intensitas cahaya yang diteruskan penaung sekitar 30-50% cahaya matahari langsung.
Untuk penanaman dalam jumlah besar (massal) perlu disiapkan jumlah tenaga kerja yang mendasar pada luas areal, prestasi kerja dan waktu yang tersedia. Misalnya untuk luas areal 100 ha, dengan jumlah bibit yang akan ditanam 110.000 bibit, dengan asumsi (Prestasi kerja per orang 50 bibit per hari dan waktu yang tersedia untuk tanam 25 hari), berarti perlu disediakan tenaga kerja per hari = 110.000 / (50x25) = 88 orang.
Untuk penanaman antara lain diperlukan alat-alat seperti cangkul, pisau besar yang tajam, keranjang (atau alat angkut lain) untuk mengangkut dan mengecer bibit. Pada waktu mengangkut, mengecer, dan menanam bibit, diusahakan tanah dalam kantong plastik (polybag) tidak pecah atau rusak.
Penanaman dilakukan pada lubang tanam yang telah disiapkan dan dilaksanakan dengan hati-hati, dijaga agar akar tidak mengalami gangguan yang berat, dengan tahapan dan cara sebagai berikut :
- Bagian bawah kantong plastik sekitar 1-2 cm dipotong.
- Kantong plastik dimasukkan dalam lubang yang telah dibuat seukuran dengan volume tanah dalam kantong plastik, samping-sampingnya diisi tanah sampai kantong plastik berdiri tegak.
- Salah satu sisi kantong plastik disayat dari bawah ke atas, tanah dipadatkan dengan tanah.
- Kantong plastik ditarik keatas, kemudian tanah dipadatkan dengan kaki.
Pada waktu memadatkan tanah disekitar bibit dengan kaki, diusahakan tanah yang berasal dari kantong plastik tidak rusak. Bibit yang sudah diangkut dan diecer sebaiknya selesai ditanam pada hari yang sama. Bibit yang mati atau kerdil, segera disulam yang dapat dilakukan sampai umur 1 tahun. Piringan bibit kakao muda perlu dibersihkan dari gulma yang antara lain dapat dilakukan dengan pemberian mulsa.

PENUTUP
Sebagai tanaman yang apabila dibudidayakan dengan baik dapat memberikan hasil yang tinggi dalam jangka panjang, maka pemilihan lahan yang sesuai dan persiapan lahan/naungan yang baik merupakan tahap awal penting dalam budidaya kakao.
Persiapan lahan, penyiapan bibit, dan saat tanam harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, sehingga pada saat tanam yaitu pada awal musim hujan bibit telah siap dan tanaman penaung di lapangan juga harus siap berfungsi sebagai penaung.
Selanjutnya dengan penggunaan bibit unggul yang disiapkan dan ditanam dengan cara yang benar pada saat yang tepat, maka akan diperoleh pertumbuhan tanaman kakao muda yang optimum, dan dengan budidaya yang benar maka tanaman kakao akan dapat memberikan hasil yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan.

BUDIDAYA KELAPA

PENDAHULUAN
Menurunnya minat petani untuk membudidayakan komoditi kelapa sebenarnya merugikan secara nasional, karena tanaman kelapa mempunyai kesesuaian syarat tumbuh hampir di seluruh wilayah Indonesia. Gapoktan Banyu Metu Sejahtera berupaya memberikan pedoman teknis budidaya kelapa dengan aspek K- 3 yaitu kuantitas, kualitas dan kelestarian lingkungan , sehingga mampu meningkatkan taraf penghasilan petani.

SYARAT PERTUMBUHAN
- Tanah yang ideal untuk penanaman kelapa adalah tanah berpasir , berabu gunung, dan tanah berliat. dengan pH tanah 5,2 hingga 8 dan mempunyai struktur remah sehingga perakaran dapat berkembang dengan baik.
- Sinar matahari banyak minimal 120 jam perbulan , jika kurang dari itu produksi buah akan rendah.
- Suhu yang paling cocok adalah 27ºC dengan variasi rata-rata 5-7 º C, suhu kurang dari 20º C tanaman kurang produktif.
- Curah hujan yang baik 1300-2300 mm/th. Kekeringan panjang menyebabkan produksi berkurang 50% , sedangkan kelembapan tinggi menyebabkan serangan penyakit jamur.
- Angin yang terlalu kencang terkadang merugikan tanaman yang terlalu tinggi terutama varietas dalam.

PENGOLAHAN LAHAN
Pengolahan tanah yang diperlukan adalah pembuatan lobang tanam dengan ukuran 0,9m x 0,9m x 0,9m dengan penambahan pupuk kandang dan humus. Jarak tanam yang baik untuk jenis dalam yaitu 9 x 10 m dan jenis genjah 6 x 6 m.

PEMBIBITAN
- Pilih buah yang bagus dan tua, rendam dengan larutan air + HORMONIK dengan dosis 1 tutup per l0 liter air selama 2 minggu, kemudian semaikan bibit di bedengan dan kedalaman sama dengan buah kelapa , timbun buah kelapa dengan letak horizontal dengan tebal timbunan 2/3 buah. Jarak antar bibit 25cm x 25 cm dan bibit akan berkecambah setelah 12-16 minggu, jika lebih dari 5 bulan tidak berkecambah dianggap mati/ bibit jelek. Rawat bibit di bedengan hingga umur 30 minggu atau berdaun 3 lembar. Lakukan penyiraman bila tanah kurang air.
- Bibit dipelihara dengan pemberian pupuk POC hingga umur bibit kurang lebih 9 bulan dengan dosis 1-2 cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali. Jangan mengabaikan tindakan preventif perlindungan tanaman dari gangguan ternak atau dengan memasang pagar kayu.
Lakukan pemupukan sesuai dengan rekomendasi atau dengan mengacu pada tabel pemupukan berikut :
Umur Bibit (bulan) Kebutuhan Pupuk (gr/tanman)
N (Urea/ZA) P (TSP) K (KCl/MOP) Mg (Kies)
1 5/10 50 75 100
2 5/10 75 125 150
3 5/10 100 150 200
4 10/15 200 400 400
5 10/15 300 600 500
6 10/15 400 800 750
7 15/20 500 1000 1000
8 15/20 600 1250 2000
9 15/20 700 1500 2500

Pospat diberikan 2 minggu sebelum pupuk lain dan dicampur rata dengan tanah
Catatan :
Akan lebih baik pembibitan diselingi / ditambah POC 1-2 kali selang waktu 3-4 bulan sekali dengan dosis 1 botol untuk ± 400 bibit. 1 botol POC diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap bibit.

PENANAMAN
Umur Tanaman Dosis Pupuk (gr/pokok)
Urea (TSP) RP KCl Kies Borak
Saat tanam - - - - - -
1 bln setelah tanam 100 100 100 100 100 100

2 tahun
- apl I 200 200 200 200 200 200
- apl II 200 200 200 200 200 200

3 tahun
- apl I 350 350 350 350 350 350
- apl II 350 350 350 350 350 350

4 tahun
- apl I 500 500 500 500 500 500
- apl II 500 500 500 500 500 500

5 tahun
- apl I 500 500 500 500 500 500
- apl II 500 500 500 500 500 500

Catatan :
- Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September - Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret - April)
- Kocorkan atau siram POC dosis 1 sendok makan per 10 lt air per pohon setiap 3-6 bulan sekali
- Penyemprotan POC 3 - 4 tutup per tangki setiap 2-4 minggu sekali

PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT

1. Golongan Coleoptera
Hama golongan ini yang paling banyak menyerang adalah Oryctes rhinoceros . Cara mengendalikan dengan membuat trap/ jebakan berupa kotak-kotak yang diisi sampah dan secara preventif dikendalikan dengan pemberian Natural BVR atau jika sudah menjadi uret dengan PESTONA, atau dengan menggunakan musuh alaminya yaitu tikus, tupai, ayam , bebek , dan burung hantu.

2. Golongan Lepidoptera
Species yang sering menyerang adalah Tiratabha rufivena yang larvarnya memakan bunga kelapa, dan Acritocera negligens yang mengebor tangkai bunga yang belum membuka dan memakan isinya. Pengendaliannya dengan menggunakan PENTANA + AERO 810 ataupun Natural BVR sifatnya yang cepat berpindah maka pengendaliannya harus secara merata untuk pencegahan .

3. Golongan Hemiptera
Jenis yang menghisap cairan daun sehingga daun mati adalah jenis homoptera (Gareng pong= Jawa). Jenis lain yang menghisap cairan buah adalah Heteroptera, sehingga buah menjadi rontok sebelum matang. Pencegahan dengan PENTANA+AERO 810 dan PESTONA secara bergantian.

4. Penyakit yang juga mungkin menyerang adalah:
Busuk tunas atau pucuk yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora dan penyakit Lingkar merah pada daun yang disebabkan cacing / belut tanah Rhadinaphelencus cocophilus. Kedua macam penyakit ini hanya dengan eradikasi atau pemusnahan tanaman yang terkena serangan.

Catatan :
Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi, sebagai alternative terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki

PEMANENAN
- Untuk kelapa jenis dalam, umur berbuah setelah 8-10 tahun, dan umur bisa mencapai 60 - 100 tahun dengan produksi yang diharapkan adalah kopra. Untuk kelapa jenis genjah berbuah setelah umur 3 - 4 tahun dan berbuah maksimal pada saat umur 9 - 10 tahun, dan bisa mencapai umur 30 - 40 tahun kurang bagus untuk kopra karena daging buahnya yang lunak.
- Panen buah kelapa dilakukan menurut kebutuhannya. Jika kelapa yang diinginkan dalam keadaan kelapa masih muda kira-kira umur buah 7 -8 bulan dari bunganya. Jika ingin mengambil buah tua untuk santan atau kopra dipanen di saat umur sudah mencapai 12-14 bulan dari berbunga atau jika sudah tidak lagi terdengar suara air di dalam buahnya.

PASCA PENEN
Pengolahan buah kelapa yang tua pada akhir-akhir ini mulai mengarah pada pemanfaatan minyak kelapa murni atau virgin coconut oil yang mampu meningkatkan nilai jual dari produk kelapa, ataupun masih dalam bentuk nira ( legen =Jawa) untuk keperluan industri gula kelapa, nata de coco, asam cuka, produk minuman dan substrat,serta alkohol yang juga mampu meningkatkan nilai jual dari produk kelapa.
- Gula kelapa :
kandungan sukrosa yang dominan di antara kandungan bahan kimia non air lainnya menjadikan nira sebagai sumber gula yang sangat potensil.
- Nata de coco :
Adalah bahan olahan nira kelapa berbentuk gel, tekstur kenyal seperti kolang kaling, yang proses fermentasinya dibantu oleh mikrorganisme Acetobacter xylium.
- Asam cuka :
dikenal sebagai penegas rasa, warna dan juga sebagai bahan pengawet karena membatasi pertumbuhan bakteri.
- Produk minuman:
Dapat dibuat minuman segar non alcohol maupun alkohol dalam kadar rendah(tuak) ataupun dalam kadar tinggi (arak).
- Substrat :
Yaitu bahan nutrient yang dipergunakan untuk menumbuhkan mikroba. Substrat ini sangat diperlukan bagi pekerjaan di lab bioteknologi.

BUDIDAYA TERNAK KAMBING
1. KELUARAN
Ternak domba berproduksi optimal
2. PEDOMAN TEKNIS
1) Jenis domba asli di Indonesia adalah domba ekor tipis, Domba ekor gemuk dan Domba garut
2) Memilih bibit
a. Pemilihan bibit, umur Domba > 12 bulan (2 buah gigi seri tetap), dengan tubuh baik, bebas cacat tubuh, puting dua buah dan berat badan > 20 kg, keturunan dari ternak yang beranak kembar.
b. Calon pejantan, umur > 1 1/2 tahun (2 gigi seri tetap), keturunan domba beranak kembar, tidak cacat, skrotum symetris dan relatif besar, sehat dan konfirmasi tubuh seimbang.
3) Pakan
a. Ternak domba menyukai macam-macam daun-daunan sebagai pakan dasar dan pakan tambahan (konsentrat).
b. Pakan tambahan dapat disusun (bungkil kalapa, bungkil kedelai), dedak, tepung ikan ditambah mineral dan vitamin.
c. Pakan dasar umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal, daun nangka, dsb.
d. Pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3 % berat badan (dasar bahan kering) atau 10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar)
4) Pemberian pakan induk
Selain campuran hijauan, pakan tambahan perlu diberikan saat bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 16 %.
5) Kandang
Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1 1/2 m2 untuk induk secara individu. Pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m2, sedang anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan ukuran 1 m / ekor. Tinggi penyekat 1 1/2 - 2 X tinggi ternak.
6) Pencegahan penyakit :
Sebelum dikandangkan, domba harus dibebaskan dari parasit internal dengan pemberian obat cacing, dan parasit eksternal dengan dimandikan.

3. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id

4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia


NAU/AREN

I. Pendahuluan
Masyarakat pada umumnya, sudah sejak lama mengenal pohon enau/aren sebagai pohon yanh dapat menghasilkan bahan-bahan untuk industri kerajinan. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi, tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak.
Selama ini pemenuhan akan permintaan bahan baku industri yang berasal dari bagian-bagian pohon enau/aren, masih dilayani dengan mengandalkan tanaman enau/aren yang tumbuh liar (tidak ditanam orang). Bagian-bagian fisik pohon enau/aren yang dimanfaatkan, misalnya akar ( untuk obat tradisional), batang (untuk berbagai peralatan), Ijuk (untuk kerpeluan bangunan), daun (kususnya daun muda untuk pembungkus dan merokok). Demikian pula hasil produksinya seperti buah dan nira dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.
Permintaan produk-produk yang dihasilkan dari tanaman ini akan selalu meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan yang ada. Oleh karena itu penanaman atau pembudidayaan tanaman enau/aren mempunyai harapan atau prospek yang baik dimasa datang.
Saat ini telah tercatat ada empat jenis pohon yang termasuk kelompok enau/aren yaitu : Arenge pinata (Wurmb) Merr, Arenge undulatitolia Bree, Arenge westerhoutii Grift dan Arenge ambcang Becc. Diantaranya keempat jenis tersebut yang sudah dikenal manfaatnya adalah arenge piñata, yang dikenal sehari-hari dengan nama enau atau aren.
Usaha pengembangan atau pembudidayaan tanaman enau/aren di Ciamis sangat memungkinkan. Disamping masih luasnya lahan-lahan tidak produktif, juga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi di domestic dan dalam negeri atas produk-produk yang berasal dari tanaman enau/aren, sekaligus meningkatkan pendapatan petani dari usaha tani tanaman enau/aren dan dapat pula ikut melestarikan sumber daya alam serta lingkungan hidup.

II. Mengenal Enau/Aren
A. Bentuk Pohon, Bunga dan Buah
Enau/Aren termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Batangnya tidak berduri, tidak bercabang, tinggi dapat mencapai 25 meter dan diameter pohon dapat mencapai 65 cm.
Tanaman ini hampir mirip dengan pohon kelapa. Perbedaannya, jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas), maka batang pohon enau/aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya. Oleh karena itulah, batang pohon enau/aren sering ditumbuhi oleh banyak tanaman jenis paku-pakuan.
Tangkai daun enau/aren panjangnya dapat mencapai 1,5 meter, helaian daun panjangnya dapat mencapai 1.45 meter, lebar 7 cm dan bagian bawah daun ada lapisan lilin.
B. Penyebaran dan Syarat Tumbuh
Wilayah penyebaran enau/aren terletak antara garis lintang 20º LU - 11ºLS yaitu meliputi : India, Srilangka, Banglades, Burma, Thailand, Laos, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Hawai, Philipina, Guam dan berbagai pulau disekitar pasifik. (Burkil, 1935); Miller, 1964; Pratiwi (1989).
Di Indonesia tanaman enau/aren banyak terdapat dan tersebar hampir diseluruh wilayah Nusantara, khususnya di daerah perbukitan dan lembah.
Tanaman enau/aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus (Hatta-Sunanto, 1982) sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi enau/aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam). Enau/aren dapat tumbuh pada ketinggian 9 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian 500 – 800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah menurut Schmidt dan Ferguson.
C. Nama-nama Daerah
Enau/aren (Arrenge pinnata) mempunyai banyak nama daerah seperti : bakjuk / bakjok (Aceh), pola / paula (Karo), bagot (Toba), agaton / bargat (Mandailing), anau / neluluk / nanggong (Jawa), aren / kawung (Sunda), hanau (dayak, Kalimantan), Onau (Toraja, Sulawesi), mana / nawa-nawa (Ambon, Maluku).
D. Kegunaan Pohon Enau/Aren.
Pohon enau/aren dapat dimanfaatkan, baik berfungsi sebagai konservasi, maupun fungsi produksi yang menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi.
a. Fungsi Konservasi
Pohon enau/aren dengan perakaran yang dangkal dan melebar akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan yang langsung kepermukaan tanah. Disamping itu pohon enau/aren yang dapat tumbuh baik pada tebing-tebing, akan sangat baik sebagai pohon pencegah erosi longsor.
b. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dari pohon enau/aren dapat diperoleh mulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Di Jawa akar enau/aren digunakan untuk berbagai Obat Tradisional (Heyne, 1927; Dongen, 1913 dalam Burkil 1935). Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964). Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayor (Burkil, 1935).
Daun muda, tulang daun dan pelapah daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol sebagai pengganti gabus. Tangkai bunga bila dipotong akan menghasilkan cairan berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren atau tuak (Steenis et.al., 1975). Buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling yang banyak digunakan untuk campuran es. Kolak atau dapat juga dibuat manisan kolang-kaling.

III. Penanaman Enau/Aren

A. Pengumpulan dan Pemilihan Biji.
Tanaman enau/aren dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji). Dengan cara ini akan diperoleh bibit tanaman dalam jumlah besar, sehingga dapat dengan mudah mengembangkan (membudidayakan) tanaman enau/aren secara besar-besaran.
Langkah yang perlu dilakukan dalam pengumpulan dan pemilihan biji adalah sebagai berikut :
• Pengumpulan buah enau/aren yang memenuhi persyaratan.
 Berasal dari pohon enau/aren yang pertumbuhannya sehat, berdaun lebat.
 Buah enau/aren masak benar (warna kuning kecoklatan dan daging buah lunak).
 Buah berukuran besar (diameter minimal 4 cm)
 Kulit buah halus (tidak diserang penyakit).
• Keluarkan biji enau/aren buah yang telah dikumpulkan dengan membelahnya.
• Memilih biji-bijian enau/aren yang memenuhi syarat :
 Ukuran biji relative besar
 Berwarna hitam kecoklat-coklatan
 Permukaan halus (tidak keriput)
 Biji dalam keadaan sehat/tidak berpenyakit.
Yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan biji adalah bahwa buah enau/aren terkandung asam oksalat yang apabila mengenai kulit kita akan menimbulkan rasa sangat gatal. Oleh Karen itu perlu dilakukan pencegahan antara lain dengan cara :
• Memakai sarung tangan apabila kita sedang mengambil biji dari buahnya.
• Hindari agar tangan kita tidak menyentuh bagian tubuh lain, ketika mengeluarkan biji-biji enau/aren tersebut dari buahnya.
Cara lain untuk mencegah agar tidak terkena getah enau/aren ketika kita sedanga mengeluarkan bijinya dari buah yaitu dengan memeram terlebih dahulu buah-buah enau/aren yang sudah tua sampai membusuk. Pemeraman dapat dilakukan dengan memasukan buah enau/aren de dalam kotak kayu dan ditutup dengan karung goni yang selalu dibasahi. Setelah ± 10 hari, buah enau/aren menjadi busuk yang akan memudahkan pengambilan biji-bijian.
B. Pembibitan
Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu bibit dari permudaan alam dan bibit dari hasil persemaian biji.
a. Pengadaan bibit dari permudaan alam/anakan liar.
Proses pembibitan secara alami dibantu oleh binatang yaitu musang. Binatang tersebut memakan buah-buahan enau/aren dan bijinya dan bijinya keluar secara utuh dari perutnya bersama kotoran. Bibit tumbuh tersebar secara tidak teratur dan berkelompok. Untuk menanamnya dilapangan, dapat dilakukan dengan mencabut secara putaran (bibit diambil bersama-sama dengan tanahnya).
Pemindahan bibit ini dapat langsung segera ditanam di lapangan atau melalui proses penyapihan dengan memasukan anakan ke dalam kantong plastic (polybag) selama 2-4 minggu.
b. Pengadaan bibit melalui persemaian
Untuk mendapatkan bibit dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang baik, dilakukan melalui pengadaan bibit dengan persemaian.
Proses penyemaian biji enau/aren berlangsung agak lama. Untuk mempercepatnya dapat dilakukan upaya perlakuan biji sebelum disemai yaitu :
• Merendam biji dalam larutan HCL dengan kepekatan 95 % dalam waktu 15 – 25 menit.
• Meredam biji dalam air panas bersuhu 50º selama 3 menit.
• Mengikir biji pada bagian dekat embrio.
Media penyemaian dapat dibuat dengan kantong plastic ukuran 20 x 25 cm yang diisi dengan kompos, pasir dan tanah 3 : 1 : 1 dan lubangi secukupnya pada bagian bawahnya sebagai saluran drainase. Biji-biji yang telah diperlakukan tersebut dimasukan kedalam kantong plastic tersebut sedalam sekitar ¾ bagian biji di bawah permukaan tanah dengan lembaga menghadap ke bawah dengan posisi agak miring.
Untuk mencapai bibit siap tanam di lapangan (ukuran = 40 cm) diperlukan waktu persemaian 12 – 15 bulan.
Pemeliharaan bibit di persemaian dilakukan dengan cara :
• Penyiraman 2 kali sehari, pagi jam 08.00 – 09.00 dan sore hari jam 15.00 – 16.00
• Penyiangan persemaian yaitu menghilangkan rumput-rumput pengganggu.
• Pemberantasan hama dan penyakit, apabila ada gejala serangan hama dan penyakit.
C. Penanaman
Teknik penanaman enau/aren dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau dengan sistim agroforestri/tumpangsari. Dengan sistim monokultur terlebih dahulu dilakukan pembersihan lapangan dari vegetasi yang ada (land clearing) dan pengolahan tanah dengan pembajakan atau pencangkulan serta pembuatan lubang tanaman.
Pembuatan lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dan jarak antar lubang (jarak tanam) 5 x 5 m atau 9 x 9 m. untuk mempercepat pertumbuhan pada lubang tanaman diberi tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang, Urea, TSP, sekitar 3 – 5 hari setelah lubang tanaman disiapkan, baru dilakukan penanaman. Bibit yang baru ditanam, sebaiknya diberi naungan atau peneduh.
Sistem agroforestri/tumpangsari, ini dapat dilakukan dengan menanami bagian lahan yang terbuka yaitu diantara kedua tanaman pokok dengan tanaman penutup tanah seperti leguminose atau tanaman palawija
D. Pemeliharaan Tanaman
Agar budidaya enau/aren dapat berhasil dengan baik diperlukan pemeliharaan tanaman yang cukup. Pemeliharaan tanaman enau/aren meliputi :
a. Pengendalian Hama Penyakit
Hama dan penyakit pohon enau/aren belum terlalu banyak di ketahui. Namun sebagai langkah pencegahan dapat didekat dengan mengetahui hama dan penyakit yang biasa menyerang jenis palmae yang lain seperti kelapa, kelapa sawit dan sagu.
Hama pada tanaman jenis Palmae antara lain berupa kumbang badak (Oryctes thinoceros), kumbang sagu (Rhinochophorus ferrugineus(, belalang (Sexava spp). Hama lain untuk pohon enau/aren ini adalah pengisap nira dan bunga seperti lebah, kelelawar dan musang. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara :
 Mekanis, yaitu pohon-pohon enau/aren yang mendapat serangan hama ditebang dan dibakar.
 Kimiawi, yaitu dengan penyemprotan pestisida tertentu seperti Heptachlor 10 gram, Diazonin 10 gram dan BHC.
Jenis penyakit yang sering menyerang pohon enau/aren di persemaian adalah bercak dan kuning pada daun yang disebabkan oleh Pestalotia sp., Helmiathosporus sp. penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan fungisida seperti Dithane N-45, Delsene NX 200.
b. Penanggulangan Tanaman Pengganggu (Gulma)
Tanaman pengganggu (gulma) pada tanaman enau/aren sangat mengganggu pertumbuhannya. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan.
Gulma pada tanaman/pohon enau/aren umumnya terdapat di dua tempat yaitu pada bagian batang (seperti benalu dan kadaka) dan pada tanah di sekitar pangkal teratur yaitu 4 kali setahun sampai tanaman berumur 3-4 tahun. Teknis pemberantasannya dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan menghilangkan tanaman pengganggu tersebut dari pohon enau/aren.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk merangsang pertumbuhan pertumbuhan agar lebih cepat. Pemupukan dilakukan pada tanaman berumur 1-3 tahun dengan memberikan seperti pupuk urea, NPK, pupuk kandang dan KCL yang ditaburkan pada sekeliling batang pohon enau/aren yang telah digemburkan tanahnya.

IV. Pemungutan Hasil

A. Jenis Hasil
Seperti telah diuraikan di muka, hamper semua bagian dari pohon enau/aren dapat dimanfaatkan atau menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi.
Jenis produk yang dihasilkan dari pohon enau/aren yaitu sebagai berikut :
• Ijuk sebagai bahan baku pembuatan peralatan keperluan rumah tangga.
• Nira sebagai bahan baku gula merah, tuak, dan cuka.
• Kolang-kaling yang dihasilkan dari buah pohon enau/aren.
• Tepung enau/aren sebagai bahan baku pembuatan sabun, mie, dawet (cendol).
• Batang pohon sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah tangga.

B. Pemungutan Hasil
Ijuk
Ijuk dihasilkan dari pohon enau/aren yang telah berumur lebih dari 5 tahun sampai dengan tongkol-tongkol bunganya keluar. Pohon yang masih muda produksi ijuknya kecil. Demikian pula pohon yang mulai berbunga kualitas dan hasil ijuknya tidak baik.
Pemungutan ijuk dapat dilakukan dengan memotong pangkal pelepah-pelapah daun, kemudian ijuk yang bentuknya berupa lempengan anyaman ijuk itu lepas dengan menggunakan parang dari tempat ijuk itu menempel.
Lempenganlempengan anyaman ijuk yang baru dilepas dari pohon enau/aren, masih mengandung lidi-lidi ijuk. Lidi-lidi ijuk dapat dipisahkan dari serat-serat ijuk dengan menggunakan tangan. Untuk membersihkan serat ijuk dari berbagai kotoran dan ukuran serat ijuk yang besar, digunakan sisir kawat. Ijuk yang sudah dibersihkan dapat dipergunakan untuk membuat tambang ijuk, sapu ijuk, atap ijuk dll.

Nira
Nira enau/aren dihasilkan dari penyadapan tongkol (tandan) bunga, baik bunga jantan maupun bunga betina. Akan tetapi biasanya, tandan bunga jantan yang dapat menghasilkan nira dengan kualitas baik dan jumlah yang banyak. Oleh karena itu, biasanya penyadapan nira hanya dilakukan pada tandan bunga jantan.
Sebelum penyadapan dimulai, dilakukan persiapan penyadapan yaitu :
 Memilih bunga jantan yang siap disadap, yaitu bunga jantan yang tepung sarinya sudah banyak yang jatuh di tanah. Hal ini dapat dilihat jika disebelah batang pohon aren, permukaan tanah tampak berwarna kuning tertutup oleh tepungsari yang jatuh.
 Pembersihan tongkol (tandan) bunga dan memukul-mukul serta mengayun-ayunkannya agar dapat memperlancar keluarnya nira.
Pemukulan dan pengayunan dilakukan berulang-ulang selama tiga minggu dengan selang dua hari pada pagi dan sore dengan jumlah pukulan kurang lebih 250 kali.
Untuk mengetahui, apakah bunga jantan yang sudah dipukul-pukul dan diayun-ayun tersebut sudah atau belum menghasilkan nira, dilakukan dengan cara menorah (dilukai) tongkol (tandan) bunga tersebut. Apabila torehan tersebut mengeluarkan nira maka bunga jantan sudah siap disadap.
Penyadapan dilakukan dengan memotong tongkol (tandan) bunga pada bagian yang ditoreh. Kemudian pada potongan tongkol dipasang bumbung bamboo sebagai penampung nira yang keluar.
Penyadapan nira dilakukan 2 kali sehari (dalam 24 jam) pagi dan sore. Pada setiap penggantian bumbung bamboo dilakukan pembaharuan irisan potongan dengan maksud agar saluran/pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar dengan lancer.
Setiap tongkol (tandan) bunga jantan dapat dilakukan penyadapan selama 3 – 4 bulan sampai tandan mongering. Hasil dari air enau/aren dapat diolah menjadi gula aren, tuak, cuka dan minuman segar.

Tepung Enau/Aren
Tepung enau/aren dapat dihasilkan dengan memanfaatkan batang pohon enau/aren dengan proses sebagai berikut :
• Memiliki batang pohon enau/aren yang banyak mengandung pati/tepungnya dengan cara :
 Umur pohon relative muda (15 – 25 tahun)
 Menancapkan kampak atau pahat ke dalam batang sedalam 10 – 12 cm pada dari ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah.
 Periksa ujung kampak atau pahat tersebut apakah terdapat tepung/pati yang menempel.
 Apabila terdapat tepung/pati, tebang pohon enau/aren tersebut.
• Potong batang pohon yang sudah ditebang menjadi beberapa bagian sepanjang 1,5 – 2,0 m.
• Belah dan pisahkan kulit luar dari batang dengan empelurnya.
• Empelur diparut atau ditumbuk, kemudian dicampur dengan air bersih (diekstraksi).
• Hasil ekstraksi diendapkan semalaman (±12 jam) dilakukan pemisahan air dengan endapannya. Lakukan pencucian kembali dengan air bersih dan diendapkan lagi, sampai menghasilkan endapan yang bersih
• Hasil endapan dijemur sampai kering.
Tepung enau/aren dapat dipergunakan sebagai bahan baku seperti mie, soun, cendol, dan campuran bahan perekat kayu lapis.

Kolang Kaling
Kolang kaling dapat diperoleh dari inti biji buah enau/aren yang setengah masak. Tiap buah enau/aren mengandung tiga biji buah. Buah enau/aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lembek, endosperm inilah yang diolah menjadi kolang-kaling.
Adapun cara untuk membuat kolang-kaling :
• Membakar buah enau/aren dengan tujuan agar kulit luar dari biji dan lender yang menyebabkan rasa gatal pada kulit dapat dihilangkan. Biji-biji yang hangus, dibersihkan dengan air sampai dihasilkan inti biji yang bersih.
• Merebus buah enau/aren dalam belanga/kuali sampai mendidih selam 1-2 jam. Dengan merebus buah enau/aren ini, kulit biji menjadi lembek dan memudahkan untuk melepas/memisahkan dengan inti biji. Inti biji ini dicuci berulang-ulang sehingga menghasilkan kolang-kaling yang bersih.
Untuk menghasilkan kolang-kaling yang baik bersih dan kenyal inti biji yang sudah dicuci diendapkan dalam air kapur selama 2 – 3 hari. Setelah direndam dlam air kapur, maka kolang-kaling yang terapung inilah yang siap untuk dipasarkan.


NTOG
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Anseriformes
Famili: Anatidae
Genus: Cairina
Spesies: C. moschata
Entok (Peliharaan)
Entok peliharaan adalah sejenis burung atau unggas yang termasuk keluarga bebek. Istilah entok berasal dari bahasa sunda, di tempat lain ia mungkin disebut dengan salah satu atau beberapa nama berikut: entok, mentok atau entog (Sd., Bms.), basur (Bms.), itik manila, atau bebek manila (Ind.). Dalam bahasa Inggris disebut Muscovy Duck atau Barbary Duck.
Di Indonesia unggas ini adalah sepenuhnya hewan peliharaan, yang diternakkan terutama untuk dagingnya. Asal-usul entok peliharaan adalah dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, di mana populasi burung ini hidup alami dan liar di rawa-rawa berhutan dan wilayah berpaya di sekitar danau dan sungai; termasuk di hilir lembah Sungai Rio Grande di Texas. Populasi lepasan yang meliar (feral) juga dijumpai di Florida bagian selatan.

Pemerian
Burung yang berukuran sedang sampai agak besar. Entok jantan liar dapat mencapai 86 cm, dari ujung paruh hingga ke ujung ekor. Dan beratnya bisa sampai 3 kg. Entok betina lebih kecil, sampai sekitar 64 cm dan 1,3 kg. Entok peliharaan biasanya lebih gemuk, di mana jantan bisa mencapai 7 kg dan betina mencapai 5 kg.
Berwarna dominan hitam dan putih, entok memiliki kulit atau tonjolan kulit berwarna merah dan hitam di sekitar mata dan wajah. Paruh gemuk pendek khas bebek, putih kemerahan; kaki gemuk pendek berselaput renang, abu-abu kehitaman. Ekor memipih datar agak lebar.
Kebiasaan
Meskipun pandai terbang, entok peliharaan hampir tak pernah terbang jauh. Unggas ini sering terlihat berjalan bersama kelompoknya, perlahan-lahan dan tak pernah tergesa-gesa, dengan ekor bergoyang ke kanan dan ke kiri untuk mengimbangi tubuh (Jw., megal-megol) sehingga berkesan lucu.

Entok jantan alias basur
Entok liar di alamnya tidur di atas cabang-cabang pohon. Akan tetapi entok peliharaan biasanya tidur di atas tanah. Di pedesaan di Jawa, entok jarang dikandangkan. Dibiarkan bebas berkeliaran mencari makanannya sendiri, terutama di sekitar saluran air, sungai dan sawah. Entok memakan aneka siput, cacing, serangga air, yuyu kecil dan pucuk-pucuk tumbuhan. Oleh pemiliknya, entok kerap diberi makan dedak bercampur air dan sisa-sisa makanan.
Unggas ini tidak berisik, tidak seperti itik petelur. Entok betina mengeluarkan desisan dan desahan sambil berjalan. Entok jantan terkadang mengeluarkan desis keras sambil menggerakkan kepala maju mundur (Jw., nyosor), untuk memperingatkan atau mengusir pengganggu.
Entok bertelur hingga kurang-lebih 10 butir, yang dierami oleh betinanya selama sekitar 5 minggu.
Kerabat Terdekat
Jenis entok liar yang terdapat di Indonesia adalah entok rimba (Cairina scutulata). Unggas ini menyebar luas secara alami mulai dari India, Asia Tenggara hingga Sumatra dan Jawa. Populasi entok rimba kini terancam kepunahan, karena perburuan dan terutama karena perubahan habitat yang drastis. Di Jawa, hewan ini sekarang diduga sudah punah.

Masakan
Daging entok disukai orang, terutama di pedesaan. Rasanya yang kuat dan tidak begitu berbau, tak seperti daging itik petelur, menjadikan daging unggas ini sebagai salah satu favorit di samping daging ayam.
Ada berbagai macam masakan daging entok. Yang paling sederhana namun enak ialah entok bakar, dengan bumbu sedikit garam dan bawang putih dilengkapi dengan sambal tomat hijau atau sambal jeruk nipis (cara Dompu).
Dari Indramayu dikenal masakan pedesan entog [1]. Dari Tambak, Banyumas terkenal masakan sate dan gule bebek; yang sebetulnya adalah sate dan gule entok. Demikian pula, kebanyakan bebek goreng atau pecel bebek pada gerai pecel lele Lamongan di tepi jalan di banyak kota sebetulnya adalah entok goreng. Sementara dari Tegal juga dikenal kupat blengong, ketupat dengan masakan daging blengong- yakni hasil persilangan entok dengan itik petelur.


PADI
Produksi gabah padi di Indonesia rata-rata 4 - 5 ton/ha. Petani berupaya membantu tercapainya ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi padi berdasarkan asas kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K-3 ).

SYARAT TUMBUH
Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur
19-270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 – 7
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

A.Benih
Dengan jarak tanam 25 x 25 cm per 1000 m2 sawah membutuhkan 1,5-3 kg. Jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 gr/m2. Perbandingan luas tanah untuk pembenihan dengan lahan tanam adalah 3 : 100, atau 1000 m2 sawah : 3,5 m2 pembibitan

B.Perendaman Benih
Benih direndam POC NASA dan air, dosis 2 cc/lt air selama 6-12 jam. tiriskan dan masukkan karung goni, benih padi yang mengambang dibuang. Selanjutnya diperam menggunakan daun pisang atau dipendam di dalam tanah selama 1 - 2 malam hingga benih berkecambah serentak.

C.Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Persemaian diairi dengan berangsur sampai setinggi 3 - 5 cm. Setelah bibit berumur 7-10 hari dan 14-18 hari, dilakukan penyemprotan POC NASA dengan dosis 2 tutup/tangki.

D. Pemindahan benih
Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21-40 hari, berdaun 5-7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit.

E. Pemupukan
Pemupukan seperti pada tabel berikut, dosis pupuk sesuai dengan hasil panen yang diinginkan. Semua pupuk makro dicampur dan disebarkan merata ke lahan sesuai dosis.
Khusus penggunaan Hormonik bisa dicampurkan dengan POC NASA kemudian disemprotkan ( 3-4 tutup NASA + 1 tutup HORMONIK /tangki ). Hasil akan bervariasi tergantung jenis varietas, kondisi dan jenis tanah, serangan hama dan penyakit serta

TABEL PENGGUNAAN POC NASA DAN SUPERNASA

Waktu Aplikasi
Jenis Pupuk Olah Tanah (kg) 14 hari ( kg ) 30 hari ( kg ) 45 hari ( kg ) 60 hari ( kg )
Urea 36,5 9 9 9 9
ZA 3,5 1 1 1 1
SP-36 6,5 1,5 1,5 1,5 1,5
KCl 20 5 5 5 5
Dolomit 13 3 3 3 3
Catatan : Dosis produksi padi 1,2 – 1,7 ton/ 1000 M2 Gabah Kering Panen

Waktu Aplikasi
Jenis Pupuk Olah Tanah (kg) 10–14 hari ( kg ) 25–28 hari ( kg ) 42–45 hari ( kg )
Urea 12 6 6 6
SP-36 10 50 - -
KCl - - 7 8
Catatan : Dosis produksi padi 0,8 – 1,1 ton/ 1000 M2 Gabah Kering Panen

Waktu Aplikasi
Jenis Pupuk Olah Tanah (kg) 10–14 hari ( kg ) 25–28 hari ( kg ) 42–45 hari ( kg )
Urea 10 4,5 4 4
SP-36 11,5 - - -
KCL - - 5 6,5
Catatan : Dosis produksi padi 0,8 – 1,1 ton/ 1000 M2 Gabah Kering Panen
G. PENGOLAHAN LAHAN RINGAN
Dilakukan pada umur 20 HST, bertujuan untuk sirkulasi udara dalam tanah, yaitu membuang gas beracun dan menyerap oksigen.

H.PENYIANGAN
Penyiangan rumput-rumput liar seperti jajagoan, sunduk gangsir, teki dan eceng gondok dilakukan 3 kali umur 4 minggu, 35 dan 55.

I. PENGAIRAN
Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji.

J. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
• Hama putih (Nymphula depunctalis)
Gejala: menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Pengendalian: (1) pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun; (2) menggunakan BVR atau Pestona • •Padi Thrips (Thrips oryzae)
Gejala: daun menggulung dan berwarna kuning sampai kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah tidak berisi. Pengendalian: BVR atau Pestona.
• Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera) dan Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N. impicticep).
Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendalian: (1) bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penyemprotan BVR
• Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Menyerang buah padi yang masak susu. Gejala buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam.
Pengendalian: (1) bertanam serempak, peningkatankebersihan, mengumpulkan dan memusnahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik, laba-laba; (2) penyemprotan BVR atau PESTONA
• Kepik hijau (Nezara viridula)
Menyerang batang dan buah padi. Gejala: pada batang tanaman terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan dan pertumbuhan tanaman terganggu. Pengendalian: mengumpulkan dan memusnahkan telur-telurnya, penyemprotan BVR atau PESTONA
• Penggerek batang padi terdiri atas: penggerek batang padi putih (Tryporhyza innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu (Sesamia inferens). Menyerang batang dan pelepah daun. Gejala: pucuk tanaman layu, kering berwarna kemerahan dan mudah dicabut, daun mengering dan seluruh batang kering. Kerusakan pada tanaman muda disebut hama "sundep" dan pada tanaman bunting (pengisian biji) disebut "beluk". Pengendalian: (1) menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan lingkungan, menggenangi sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong mati, membakar jerami; (2) menggunakan BVR atau PESTONA
• Hama tikus (Rattus argentiventer)
Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala: adanya tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman. Pengendalian: pergiliran tanaman, tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular dan burung hantu, penggunaan NAT (Natural Aromatic).
• Burung
Menyerang menjelang panen, tangkai buah patah, biji berserakan. Pengendalian: mengusir dengan bunyi-bunyian atau orang-orangan.
• Penyakit Bercak daun coklat
Penyebab: jamur Helmintosporium oryzae.
Gejala: menyerang pelepah, malai, buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah mati. Pengendalian: (1) merendam benih di air hangat + POC NASA, pemupukan berimbang, tanam padi tahan penyakit ini.
• Penyakit Blast
Penyebab: jamur Pyricularia oryzae. Gejala: menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai. Daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk.
Pemasakan makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa. Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam varitas unggul Sentani, Cimandiri IR-48, IR-36, pemberian pupuk N di saat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir; (2) pemberian GLIO di awal tanam
• Busuk pelepah daun
Penyebab: jamur Rhizoctonia sp. Gejala: menyerang daun dan pelepah daun pada tanaman yang telah membentuk anakan. Menyebabkan jumlah dan mutu gabah menurun. Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit (2) pemberian GLIO pada saat pembentukan anakan
• Penyakit Fusarium
Penyebab: jamur Fusarium moniliforme. Gejala: menyerang malai dan biji muda menjadi kecoklatan, daun terkulai, akar membusuk. Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih + POC NASA dan disebari GLIO di lahan
•Penyakit kresek/hawar daun
Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae) Gejala: menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati. Pengendalian: (1) menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan; (2) pengendalian diawal dengan GLIO
• Penyakit kerdil
Penyebab: virus ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek, sempit, berwarna hijau kekuning-kuningan, batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan dengan memusnahkan tanaman yang terserang ada mengendalikan vector dengan BVR atau PESTONA.
• Penyakit tungro
Penyebab: virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotettix impicticeps. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang, pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi. Pengendalian: menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 dan mengendalikan vektor virus dengan BVR.

K. PANEN DAN PASCA PANEN
•Panen dilakukan jika butir gabah 80 % menguning dan tangkainya menunduk
• Alat yang digunakan ketam atau sabit
• Setelah panen segera dirontokkan malainya dengan perontok mesin atau tenaga manusia
• Usahakan kehilangan hasil panen seminimal mungkin
Setelah dirontokkan diayaki (Jawa : ditapeni)
• Dilakukan pengeringan dengan sinar matahari 2-3 hari
• Setelah kering lalu digiling yaitu pemisahan gabah dari kulit bijinya.
• Beras siap dikonsumsi.

ITIK

1. SEJARAH SINGKAT
Itik dikenal juga dengan istilah Bebek (bhs.Jawa). Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik).

2. SENTRA PETERNAKAN
Secara internasional ternak itik terpusat di negara-negara Amerika utara, Amerika Selatan, Asia, Filipina, Malaysia, Inggris, Perancis (negara yang mempunyai musim tropis dan subtropis). Sedangkan di Indonesia ternak itik terpusatkan di daerah pulau Jawa (Tegal, Brebes dan Mojosari), Kalimantan (Kecamatan Alabio, Kabupaten Amuntai) dan Bali serta Lombok.

3. J E N I S
Klasifikasi (penggolongan) itik, menurut tipenya dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1) Itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington) dan CV 2000-INA;
2) Itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, Cayuga;
3) Itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.
Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor

4. MANFAAT
1) Untuk usaha ekonomi kerakyatan mandiri.
2) Untuk mendapatkan telur itik konsumsi, daging, dan juga pembibitan ternak itik.
3) Kotorannya bisa sebagai pupuk tanaman pangan/palawija.
4) Sebagai pengisi kegiatan dimasa pensiun.
5) Untuk mencerdaskan bangsa melalui penyediaan gizi masyarakat.

5. PERSYARATAN LOKASI
Mengenai lokasi kandang yang perlu diperhatikan adalah: letak lokasi lokasi jauh dari keramaian/pemukiman penduduk, mempunyai letak transportasi yang mudah dijangkau dari lokasi pemasaran dan kondisi lingkungan kandang mempunyai iklim yang kondusif bagi produksi ataupun produktivitas ternak. Itik serta kondisi lokasi tidak rawan penggusuran dalam beberapa periode produksi.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri, terutama dalam hal pemahaman tentang pancausaha beternak yaitu:
(1). Perkandangan;
(2). Bibit Unggul;
(3). Pakan Ternak;
(4). Tata Laksana dan
(5). Pemasaran Hasil Ternak.
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Persyaratan temperatur kandang ± 39 derajat C.
Kelembaban kandang berkisar antara 60-65%
Penerangan kandang diberikan untuk memudahkan pengaturan kandang agar tata kandang sesuai dengan fungsi bagian-bagian kandang
Model kandang ada 3 (tiga) jenis yaitu:
a. Kandang untuk anak itik (DOD)
Pada masa stater bisa disebut juga kandang box, dengan ukuran 1 m2 mampu menampung 50 ekor DOD
b. Kandang Brower
(Untuk itik remaja) disebut model kandang Ren/kandang kelompok dengan ukuran 16-100 ekor perkelompok
c. Kandang layar
(Untuk itik masa bertelur) modelnya bisa berupa kandang baterei ( satu atau dua ekor dalam satu kotak) bisa juga berupa kandang lokasi ( kelompok) dengan ukuran setiap meter persegi 4-5 ekor itik dewasa ( masa bertelur atau untuk 30 ekor itik dewasa dengan ukuran kandang 3 x 2 meter).
Kondisi kandang dan perlengkapannya Kondisi kandang tidak harus dari bahan yang mahal tetapi cukup sederhana asal tahan lama (kuat). Untuk perlengkapannya berupa tempat makan, tempat minum dan mungkin perelengkapan tambahan lain yang bermaksud positif dalam managemen
6.2. Pembibitan
Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan.
1) Pemilihan bibit dan calon induk Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut :
a. membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya
b. memelihara induk itik yaitu pejantan + betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas
c. membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat.Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.

2) Perawatan bibit dan calon induk
a. Perawatan Bibit
Bibit (DOD) yang baru saja tiba dari pembibitan, hendaknya ditangani secara teknis agar tidak salah rawat. Adapun penanganannya sebagai berikut: bibit diterima dan ditempatkan pada kandang brooder (indukan) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam brooder adalah temperatur brooder diusahakan yang anak itik tersebar secara merata, kapasitas kandang brooder (box) untuk 1 m2 mampu menampung 50 ekor DOD, tempat pakan dan tempat minum sesuai dengan ketentuan yaitu jenis pakan itik fase stater dan minumannya perlu ditambah vitamin/mineral.
b. Perawatan calon Induk
Calon induk itik ada dua macam yaitu induk untuk produksi telur konsumsi dan induk untuk produksi telur tetas. Perawatan keduanya sama saja, perbedaannya hanya pada induk untuk produksi telur tetas harus ada pejantan dengan perbandingan 1 jantan untuk 5 – 6 ekor betina.
3). Reproduksi dan Perkawinan Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk mendapatkan telur tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan. Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik hand mating/pakan itik yang dibuat oleh manusia dan nature mating (perkawinan itik secara alami).

6.3. Pemeliharaan
Sanitasi dan Tindakan Preventif Sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit.
Pengontrol Penyakit Dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik.
Pemberian Pakan Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan fase layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase. Cara memberi pakan tersebut terbagi dalam empat kelompok yaitu:
a. Umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar (tray feeder)
b. Umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran dilantai
c. Umur 21 hari samapai 18 minggu disebar dilantai.
d. Umur 18 minggu–72 minggu, ada dua cara yaitu 7 hari pertama secara pakan peralihan dengan memperhatikan permulaan produksi bertelur sampai produksi mencapai 5%. Setelah itu pemberian pakan itik secara ad libitum (terus menerus).
Dalam hal pakan itik secara ad libitum, untuk menghemat pakan biaya baik tempat ransum sendiri yang biasa diranum dari bahan-bahan seperti jagung, bekatul, tepung ikan, tepung tulang, bungkil feed suplemen Pemberian minuman itik, berdasarkan pada umur itik juga yaitu :
a. Umur 0-7 hari, untuk 3 hari pertama iar minum ditambah vitamin dan mineral, tempatnya asam seperti untuk anak ayam.
b. Umur 7-28 hari, tempat minum dipinggir kandang dan air minum diberikan secara ad libitum (terus menerus)
c. Umur 28 hari-afkir, tempat minum berupa empat persegi panjang dengan ukuran 2 m x 15 cm dan tingginya 10 cm untuk 200-300 ekor. Tiap hari dibersihkan.
Pemeliharaan Kandang Kandang hendaknya selalu dijaga kebersihannya dan daya gunanya agar produksi tidak terpengaruh dari kondisi kandang yang ada.

7. HAMA DAN PENYAKIT
Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:
1. penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa
2. penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana perkandangan yang kurang tepat
Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah:
1. Penyakit Duck Cholera Penyebab: bakteri Pasteurela avicida. Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning kehijauan. Pengendalian: sanitasi kandang,pengobatan dengan suntikan penisilin pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.
2. Penyakit Salmonellosis Penyebab: bakteri typhimurium.Gejala: pernafasan sesak, mencret.
Pengendalian: sanitasi yang baik, pengobatan dengan furazolidone melalui pakan dengan konsentrasi 0,04% atau dengan sulfadimidin yang dicampur air minum, dosis disesuaikan dengan label obat.

8. P A N E N
8.1. Hasil Utama Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik
8.2. Hasil Tambahan Hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanam yang berharga
9. PASCA PANEN
Kegiatan pascapanen yang biasa dilakukan adalah pengawetan. Dengan pengawetan maka nilai ekonomis telur itik akan lebih lama dibanding jika tidak dilakukan pengawetan. Telur yang tidak diberikan perlakuan pengawetan hanya dapat tahan selama 14 hari jika disimpan pada temperatur ruangan bahkan akan segera membusuk. Adapun perlakuan pengawetan terdiri dari 5 macam, yaitu:
a) Pengawetan dengan air hangat. Pengawetan dengan air hangat merupakan pengawetan telur itik yang paling sederhana. Dengan cara ini telur dapat bertahan selama 20 hari.
b) Pengawetan telur dengan daun jambu biji. Perendaman telur dengan daun jambu biji dapat mempertahankan mutu telur selama kurang lebih 1 bulan. Telur yang telah direndam akan berubah warna menjadi kecoklatan seperti telur pindang.
c) Pengawetan telur dengan minyak kelapa. Pengawetan ini merupakan pengawetan yang praktis. Dengan cara ini warna kulit telur dan rasanya tidak berubah.
d) Pengawetan telur dengan natrium silikat. Bahan pengawetan natrium silikat merupkan cairan kental, tidak berwarna, jernih, dan tidak berbau. Natirum silikat dapat menutupi pori kulit telur sehingga telur awet dan tahan lama hingga 1,5 bulan. Adapun caranya adalah dengan merendam telur dalam larutan natrium silikat10% selama satu bulan.
e) Pengawetan telur dengan garam dapur. Garam direndam dalam larutan garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 25- 40% selama 3 minggu
SAPI ( Bos sp. )
1. SEJARAH SINGKAT
Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India. Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah seperti: Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.

2. SENTRA PETERNAKAN
Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sapi jenis Aberdeen angus banyak terdapat di Skotlandia.
Sapi Simental banyak terdapat di Swiss. Sapi Brahman berasal dari India dan banyak dikembangkan di Amerika.

3. J E N I S
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan)
Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman
Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk, bentuk tubuh rata seperti papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg, sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai sapi potong. Sapi Simental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan. Pada bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir, ujung ekor berwarna putih
Sapi Brahman (dari India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan panas.

4. MANFAAT
Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur.
Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:
1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan barang kerajinan
3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.
1) Konstruksi dan letak kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar air yang tampak, termasuk kencing sapi mudah mengalir ke luar lantai kandang tetap kering.
Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar. Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan
tidak boleh kehabisan setiap saat. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.
2) Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m.
3) P erlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai.
Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.
6.2. Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2) Matanya tampak cerah dan bersih.
3) Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5) Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6) Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
8) Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.
Untuk menghasilkan daging, pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali, sapi Brahman, sapi PO, dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah setempat. Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut:
1) tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola.
2) kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan.
3) laju pertumbuhannya relatif cepat.
4) efisiensi bahannya tinggi.

6.3. Pemeliharaan
Pemeliharaan sapi potong mencakup penyediaan pakan (ransum) dan pengelolaan kandang.
Fungsi kandang dalam pemeliharaan sapi adalah :
a) Melindungi sapi dari hujan dan panas matahari.
b) Mempermudah perawatan dan pemantauan.
c) Menjaga keamanan dan kesehatan sapi.
Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging.
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas.
2. Pemberian Pakan Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua. Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini, maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam-macam jenis rumput.
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum.
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu minosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, dsb. yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar. Hijauan segar dapat diawetkan menjadi silase. Secara singkat pembuatan silase ini dapat dijelaskan sebagai berikut: hijauan yang akan dibuat silase ditutup rapat, sehingga terjadi proses fermentasi. Hasil dari proses inilah yang disebut silase. Contoh-contoh silase yang telah memasyarakat antara lain silase jagung, silase rumput, silase jerami padi, dll.
3. Pemeliharaan Kandang Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancer. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
1. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpupuh
7.2. Pengendalian
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

8. P A N E N
8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya
8.2. Hasil Tambahan
Selain daging yang menjadi hasil budidaya, kulit dan kotorannya juga sebagai hasil tambahan dari budidaya sapi potong.
9.PASCA PANEN
9.1. Stoving
Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan sapi agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1. Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2. Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3. Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas.
4. Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.
9.2. Pengulitan
Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.
9.3. Pengeluaran Jeroan
Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.
9.4 Pemotongan Karkas
Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong
Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.
Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%). Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:
Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat mempunyai kebutuhan daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri pengolahan, perdagangan antar pulau. Pasaran utamanya adalah kota-kota besar seperti kota metropolitan Jakarta.
Konsumen untuk daging di Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa segmen yaitu :
a) Konsumen Akhir
Konsumen akhir, atau disebut konsumen rumah tangga adalah pembeli-pembeli yang membeli untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individunya. Golongan ini mencakup porsi yang paling besar dalam konsumsi daging, diperkirakan mencapai 98% dari konsumsi total
Mereka ini dapat dikelompokkan lagi ke dalam ova sub segmen yaitu :
1. Konsumen dalam negeri
( Golongan menengah keatas ) Segmen ini merupakan segmen terbesar yang kebutuhan dagingnya kebanyakan dipenuhi dari pasokan dalam negeri yang masih belum memperhatikan kualitas tertentu sebagai persyaratan kesehatan maupun selera.
2. Konsumen asing
Konsumen asing yang mencakup keluarga-keluarga diplomat, karyawan perusahaan dan sebagian pelancong ini porsinya relatif kecil dan tidak signifikan. Di samping itu juga kemungkinan terdapat konsumen manca negara yang selama ini belum terjangkau oleh pemasok dalam negeri, artinya ekspor belum dilakukan/jika dilakukan porsinya tidak signifikan.
b) Konsumen Industri
Konsumen industri merupakan pembeli-pembeli yang menggunakan daging untuk diolah kembali menjadi produk lain dan dijual lagi guna mendapatkan laba. Konsumen ini terutama meliputi: hotel dan restauran dan yang jumlahnya semakin meningkat
Adapun mengenai tata niaga daging di negara kita diatur dalam inpres nomor 4 tahun 1985 mengenai kebijakansanakan kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. Di Indonesia terdapat 3 organisasi yang bertindak seperti pemasok daging yaitu :a) KOPPHI (Koperasi Pemotongan Hewan Indonesia), yang mewakili pemasok produksi peternakan rakyat.
b)APFINDO (Asosiasi Peternak Feedlot (penggemukan) Indonesia), yang mewakili peternak penggemukan
c)ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia).
TERNAK SAPI POTONG
I. Pendahuluan.
Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.

II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :
1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.
B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.
C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.
D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan.
Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :
- Berumur di atas 2,5 tahun.
- Jenis kelamin jantan.
- Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
- Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
- Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
- Kotoran normal

III. Tatalaksana Pemeliharaan.
3.1. Perkandangan.
Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.
3.2. Pakan.
Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.
Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan. Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA membantu peternak dengan mengeluarkan produk NATURAL PROBIOTIK (NPB) yang dapat membuat pakan berkualitas rendah menjadi mudah dicerna. NPB mengandung :
- Bakteri sellulolitic strain dominant, yaitu bakteri dalam cairan rumen yang mampu memecah
dinding sel dengan kadar lignin tinggi.
- Multi enzim yang disintesa dari rumen.
- Pengkelat bahan-bahan anti nutrisi.
Cara pemakaian NPB adalah sebagai berikut :
1. Campurkan 1 kg NPB dalam 100 liter air.
2. Bahan pakan dirajang hingga berukuran 20-25 cm untuk meningkatkan efektifitas proses fermentasi.
3. Tumpuk bahan pakan berlapis-lapis hingga tinggi maksimal 150 cm.
4. Siram tumpukan bahan pakan dengan air secara merata yang bertujuan untuk membasahi bahan pakan.
5. Siram tumpukan pakan dengan larutan NPB secara merata. Usahakan seluruh bahan pakan terkena siraman larutan NPB.
6. Tutup tumpukan pakan dengan plastik secara rapat. Setelah 48 jam tumpukan akan menjadi panas yang menandakan proses fermentasi berlangsung baik.
7. Pada hari ke-7 diamati, jika proses fermentasi telah sempurna (ditandai dengan bau caramel/bir dan bahan pakan telah lunak) proses fermentasi dapat diakhiri.
8. Jika proses belum sempurna, diperpanjang 15 hari.

9. Sebelum diberikan kepada ternak bahan pakan diangin-anginkan lebih dahulu untuk membuat pakan kering dan tidak lembab sehingga lebih disukai oleh ternak.
Selain NPB, PT. NATURAL NUSANTARA juga mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus. Produk ini menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak.
VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu :
- Mineral-mineral sebagai penyusun tulang, darah
dan berperan dalam sintesis enzim, yaitu N, P, K,

Ca, Mg, Cl dan lain-lain.
- Asam-asam amino, yaitu Arginin, Histidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein, pembentuk sel dan organ tubuh.
- Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh sapi dari serangan penyakit.
- Asam - asam organik essensial, diantaranya asam propionat, asam asetat dan asam butirat.
Cara penggunaannya adalah dengan dicampurkan dalam air minum atau komboran dengan dosis :
5 cc/ekor perhari untuk sapi, kerbau dan kuda
4 cc/ekor perhari untuk kambing dan domba.
Penambahan VITERNA Plus tersebut dilakukan pada pemberian air minum atau komboran yang pertama.
3.3. Pengendalian Penyakit.
Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :
a. Pemanfaatan kandang karantina. Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat.
b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.
c. Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain.

IV. Produksi Daging.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah
1. Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.

2. Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.

3. Jenis Kelamin.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar.

4. Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat HANYA DENGAN WAKTU 40 HARI.