Estetika dan Persoalannya
A. MUQADDIMAH
Sebenarnya jika kita berbicara tentang estetika, kita akan berbicara masalah nilai. Karena estetika sendiri masih merupakan bagian dari kajian aksiologi. Dalam kehidupan kita, tidak akan lepas dengan yang namanya nilai. Setiap orang mempunyai hak untuk menilai sesuatu. Baik atau burukkah itu, indah atau jelek, sempurna atau tidak sempurna. Semuanya kembali kepada siapa yang menilai, secara objektif atau objektif. Aksiologi, yang membicarakan tentang nilai terbagi menjadi 2 yaitu, etika dan estetika. Dimana keduanya sama-sama membicarakan tentang hakikat nilai. Bedanya, etika lebih berbicara tentang hakikat nilai moral prilaku manusia. Sedangkan estetika membicarakan tentang hakikat nilai keindahan. Tentu keduanya serupa tapi tak sama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan luput dari kata-kata “indah”. Jadi, semua manusia memiliki potensi dasar untuk merasakan keindahan. Keindahan itu bersifat universal atau tidak memandang siapa yang menilai keindahan itu. Akan tetapi siapa saja boleh merasakan keindahan, tua muda, anak-anak atau remaja, wanita atau laki-laki. Tidak dibatasi oleh umur, agama, suku atau bangsa tertentu.
Para filosofi terdahulu menganggap bahwa banyak sekali keunikan serta masalah yang dapat diperbincangkan dalam etika dan estetika. Sehingga, mereka tak henti-hentinya berdialog tentang keduanya. Maka, dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai salah satu dari kedua bidang kajian itu, yaitu estetika. Bagaimana pengertiannya, tokoh-tokohnya dan semua yang berkaitan dengan estetika.
B. PENGERTIAN ESTETIKA
Kata estetika berasal dari kata kerja Yunani yang berarti merasakan (to sense, or perceive). Jadi asal mula estetika adalah merasakan, atau bagaimana kita dapat merasakan sesuatu, yang pada akhirnya diartikan dengan bagaimana kita menilai sesuatu. Yang mana disini menilai keindahan sesuatu, seni. Tapi satu hal yang perlu kita ketahui, tidak semua benda yang kita lihat atau kita nilai atau yang diciptakan manusia adalah merupakan suatu seni, akan tetapi. Misalnya pensil, bukanlah suatu kesenian.
Dalam kajian estetika ditemukan beberapa aliran seni sebagai wujud ekspresi terhadap keindahan :
1. Aliran Naturalis, yaitu bentuk seni yang menekankan pada ekspresi alamiah. Contohnya, pemandangan, taman yang indah, pelangi dan lain-lain.
2. Aliran Tradisional, yaitu ekspresi seni yang menekankan pada konservasi budaya dan tradisi. Contohnya, keindahan Tari Bali yang sangat khas dan tidak semua orang dapat melakukannya kecuali melalui proses pembelajaran.
3. Aliran Modern, yaitu ekspresi seni yang dalam banyak hal dipengaruhi oleh budaya Barat, yang biasanya bercorak rasional-artifisial. Contohnya, tato di badan, sebagian orang akan berpendapat bahwa tato di tangan, punggung, dada bahkan wajah adalah suatu keindahan tersendiri. Dan budaya semacam ini berasal dari budaya Barat.
4. Aliran Religius, yaitu bentuk seni sebagai ekspresi keagamaan, baik yang menekankan pada aspek spiritual-religiusitas maupun tradisional-salafiyah. Dalam pesantren tradisional atau biasa kita sebut salafiyah, ada semacam tradisi yang kuno atau klasik sehingga dikategorikan sebagai bentuk seni yang unik.
Dalam menilai, kita akan dapat membedakan mana lebih bagus mana yang ini atau yang itu. Kita akan meninggalkan sesuatu yang pertama yang dianggap tidak bernilai dan menerima yang kedua karena dianggap bernilai. Sebagai contoh, kita menilai lukisan hasil lomba antar anak SD. Yang pertama kita nilai adalah keindahan dan seni dari lukisan itu. Yang nilai keindahannya lebih tinggi, dialah pemenangnya. Dan tentunya si penilai haruslah orang yang tahu akan seni keindahan.
Suatu nilai akanmembawa kita kepada kehidupan yang praktis, riil, laku perbuatan yang jadi pakaian kita sehari-hari.
C. PERSOALAN ESTETIKA
Beberapa persoalan yang dibicarakan dalam estetika, misalnya, apa sebenarnya yang disebut “indah” itu? Dari mana sumber keindahan itu? Bagaimana ekspresi manusia tentang keindahan? Dan masih banyak lagi. Sekarang kita akan melihat beberapa pendapat bahwa “nilai indah itu ditentukan oleh objeknya atau tidak? Pertama, objektif rasionalis, yang berpendapat bahwa “nilai indah” itu memang karena objek itu sendiri indah. Mungkin karena lukisannya bermakna tinggi dan warnanya sesuai atau cocok. Kerapian juga mempengaruhi suatu keindahan. Sehingga semua orang tertarik dan menyukai lukisan itu, dan akhirnya lukisan itu jadi pemenangnya.
Yang kedua, subjektif psikologis, menyatakan bahwa “nilai indah” itu sebenarnya ungkapan perasaan. Apa yang dilihatnya hanyalah sebagai “penyulut” dari pengungkapan perasaan itu. Jadi, nilai indah itu bukan berasal dari objek, akan tetapi dari subjek yang perasaannya terungkap. Hanya orang-orang yang memiliki perasaan halus sajalah yang dapat merasakan kendahan. Sebagai contoh, sebuah lukisan klasik, yang dapat menilai apakan lukisan itu indah atau tidak hanyalah yang memiliki rsa nilai tinggi. Sementara orang yang tidak memiliki rasa nilai hanya akan memangdang lukisan itu hanyalah lukisan biasa.
Ketiga, subjektif-empirisis, yang menyatakan bahwa nilai indah itu merupakan keindahan yang diobjektivikasikan. Dalam artian, harus dibarengi dengan pengalaman. Yang tidak melalui pengalaman, keindahan hanya dalam angan-angan saja. Contohnya, seseorang bisa mengatakan taman itu indah jika ia pernah duduk, berjalan atau bermain-main di taman itu. Jika ia hanya menyaksikan di televise atau gambar saja, maka tidak bisa dinilai “indah”.
Keempat, subjektif-experience, yang menyatakan bahwa “nilai indah” itu adalah nilai suatu keberhasilan dari suatu proses pengalaman yang panjang. Maka nilai indah itu tidak bersifat tiba-tiba, tetapi ada proses pengalaman sampai akhirnya, keberhasilan itu dapat dicapai. Misalnya, dalam ujian,seseorang akan merasakan keindahan dari hasil belajarnya ketika ia lulus ujian dengan nilai yang membanggakan. Tentu keindahan itu akan dirasakan diakhir bukan sebelum atau ketika ujian berlangsung.
Kelima, estetika-objektif metafisika, yang menyatakan bahwa “nilai indah” itu terkait dengan pertimbangan-pertimbangan metafisik atau teologis-religius, yang mengajak pada pengakuan kebesaran Ilahi. Contoh, ketika memandang pegunungan yang hijau nan sejuk, seseorang akan mengatakan “alangkah indahnya gunung itu”, tapi sebenarnya yang dikaguminya adalah si Pencipta gunung tersebut yaitu Allah SWT. Dalam artian lebih menekankan kepada sang Kholik bukan semata ojeknya saja.
Dan mungkin masih banyak lagi pendapat tentang “nilai indah” itu. Immanuel Kant sendiri, berpendapat bahwa yang indah adalah yang tanpa konsep dapat diterima sebagai sesuatu yang universal, memuaskan, menyenangkan tanpa pamrih dan tak berkepentingan (disinterested pleasure). Demikian juga Benedetto Croco yang melihat keindahan lebih merupakan gambaran internal dari wujud formal, yaitu sebagai “pengungkapan yang berhasil dari suatu intuisi” (the successful expression of an intuition)[10].
D. AKHIRUL KALAM
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa estetika merupakan sebuah ilmu normative sebanding dengan etika, bahkan lebih berpengaruh dari pada logika. Nilai bagus (estetika) disebandingkan dengan nilai baik (etika). Betapa kita sering mendengar, yang bagus itu baik, dan yang baik itu bagus. Dan kita lebih banyak mendengar kata ungkapan : Alangkah indahnya! Atau : Bagus amat! Dari pada : Alangkah benarnya! Atau : Baik amat!. Dan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita lebih banyak menumpahkan perhatian kepada keindahan bentuk atau rupa dari pada segi moral dari pada lakuperbuatan, atau kaidah-kaidah logika dalam pemikiran kita.
Laki-laki pada umumnya, lebih menyukai wanita karena rupanya yang menawan dari pada tingkah lakunya. Dan itulah yang terjadi dizaman sekarang, semua orang lebih mengutamakan keindahan rupa atau bentuknya, bukan tingkah laku atau hati mereka yang diperindah. Khususnya para wanita, mereka sengaja memperlihatkan auratnya agar dinilai lebih indah dari wanita lain.
Satu yang perlu kita tekankan, nilai estetika kia jumpai dalam perasaan senang umumnya, perasaan khususnya. Secara khusus nilai itu disangkutkan dengan ciptaan manusia. Dan perlu diingat, sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.